Minggu, 08 April 2018

Paradigma-Paradigma Dalam Sosiologi Hukum

Oleh: M. Chairul Basrun Umanailo. M.Si


Sebagai ilmu monografis maka Sosiologi Hukum berurusan dengan kenyataan hukum sehari-hari (the full reality of law). Hukum tidak dapat dilihat semata-mata sebagai sekumpulan materi hukum, seperti perundang-undangan dan putusan pengadilan, melainkan memiliki sosok atau jati diri.
Apakah yang dinamakan ’paradigma’ itu? Paradigma adalah suatu istilah yang kini amat populer dipakai dalam berbagai wacana di kalangan para akademisi untuk menyebut adanya “suatu pangkal (an) atau pola berpikir yang akan mensyarati kepahaman interpretatif seseorang secara individual atau sekelompok orang secara kolektif pada seluruh gugus pengetahuan berikut teori-teori yang dikuasainya”.
Istilah ini berasal muasal dari bahasa Yunani klasik, paradeigma, dengan awal pemaknaannya yang filosofik, yang berarti ‘pola atau model berpikir’. Dari pangkalan berpikir yang berbeda inilah, sekalipun melihat objek yang sama, orang tak ayal lagi akan memandang objek yang sama itu dengan persepsi interpretatif dan akhirnya juga dengan simpulan dan pandangan yang berbeda. Segelas air, sebagai misal, di satu pihak dapat dipersepsi sebagai sebuah gelas yang berisi air, tetapi di lain pihak dapat pula.
Hukum mempunyai paradigma, yaitu suatu perspektif dasar. Adanya paradigma tersebut membawa kita kepada kebutuhan untuk melihat hukum sebagai institusi yang mengekspresikan paradigm tersebut. Dengan mengetahui paradigma yang ada di belakang hukum, kita dapat memahami hukum lebih baik daripada jika tidak dapat mengetahuinya.
Istilah paradigma itu tidak hanya untuk mengisyaratkan adanya pola atau pangkal berpikir yang berbeda, akan tetapi juga adanya potensi dan proses konflik antara berbagai pola berpikir yang akan melahirkan apa yang disebut paradigm shift. Dijelaskan olehnya (Thomas S. Kuhn), The Structure of Scientific Revolutions : Chicago University Press, 1962, bahwa, sepanjang sejarah peradabannya yang panjang, komunitas-komunitas manusia itu hanya akan dapat mempertahankan eksistensinya atas dasar kemampuannya mengembangkan pola atau model berpikir yang sama untuk mendefinisikan pengetahuan-pengetahuannya, dan menstrukturkannya sebagai ilmu pengetahuan yang diterima dan diyakini bersama sebagai “yang normal dan yang paling benar”, untuk kemudian didayagunakan sebagai penunjang kehidupan yang dipandangnya “paling normal dan paling benar” pula.

untuk mengikuti kajian lengkap saya, silahkan copy link tautan berikut ini: 
https://www.academia.edu/21113825/Paradigma-paradigma_Dalam_Sosiologi_Hukum

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Artikel yang sering dibaca