Jumat, 13 April 2018

MELAHIRKAN PEMILIH IDEOLOGIS PADA PILKADA BURU 2017

Oleh: M. Chairul Basrun Umanailo, M.Si
Konstelasi politik local selalu menjadi perbincangan hangat ketika diametrical waktu pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah yang semakin dekat, masyarakat beramai-ramai mewacanakan bahkan mengkonstruksi figur yang sekiranya dianggap layak untuk menduduki tempat nomor satu di daerah tersebut. Tidak ketinggalan Kabupaten Buru yang juga masuk dalam agenda besar pelaksanaan Pilkada Serentak kedua, terasa sekali atmosfir politiknya ketika diperbincangkan tentang siapa yang akan mencalonkan ataupun persoalan dukungan yang datang dari sekitaran calon soal besaran dan persentase kemenangan yang akan didapat pada hajatan tersebut.
Bicara Pilkada maka sudah dipastikan akan lahir kalimat Pemilih, Pemilih menjadi begitu penting akibat hak eksekusi yang dimilikinya menjadi rebutan mereka yang berusaha mencalonkan diri. Menelisik kata pemilih itu sendiri memiliki arti orang yang memilih (Kata Benda), orang yang terlampau teliti dalam memilih (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Bila dikaitkan dengan kata pemilih ideologis maka sekiranya bisa memiliki arti sebagai pemilih cerdas yang menyandarkan pilihan politik berdasarkan pada suatu pandangan hidup tertentu yang memiliki kebenaran mutlak atau dikenal dengan istilah ideologi. Berpikir secara ideologis meniscayakan pelakunya akan berpikir secara sistemik dan sampai kepada hakikat persoalan.
Persoalan pemilih menjadi begitu sexy ketika klaim mengklaim basis pemilih menjadi syarat dan instrument kemenangan dalam sebuah hajatan Pilkada, maka kemudian kondisi pemilih di Kabupaten Buru menjadi objek dalam berbagai kesempatan untuk diklaim sebagai pendukung. Persoalannya saat ini hampir seluruh calon mulai mengklaim dan melakukan pembenaran atas apa yang mereka anggap sebagai basis dukungan mereka. Bagi saya ini sebuah kerentanan dan pada akhirnya akan mengganggu ketahanan social yang sudah beberapa waktu terakhir ini semakin membaik di Kabupaten Buru. 
Memahami apa yang ditulis oleh Firmanzah dalam Marketing Politik 2012, prinsipnya dalam diri masing-masing pemilih terdapat dua orientasi sekaligus yaitu; (1) orientasi ‘policy-problemsolving’, dan (2) orientasi ‘ideologi’. Ketika pemilih menilai seorang kontestan dari kacamata ‘policy-problem solving’, yang terpenting bagi mereka adalah sejauh mana para kontestan mampu menawarkan program kerja atas solusi bagi suatu permasalahan yang ada. Pemilih akan cenderung sacara objektif memilih kontestan yang memiliki kepekaan terhadap masalah nasional dan kejelasan program kerja. Sementara pemilih yang lebih mementingkan ikatan ‘ideology’ suatu partai atau kontestan, akan lebih menekankan aspek-aspek subjektifitas seperti kedekatan nilai, budaya, agama, moralitas, norma, emosi dan psikografis. Semakin dekat kesamaan calon kontestan, pemilih jenis ini akan cenderung memberikan suaranya ke kontestan tersebut.
Maka dengan demikian dipertanyakan kembali keberadaan pemilih yang lebih mementingkan ikatan ideology, apakah keberadaan mereka benar-benar ada di Kabupaten Buru atau memang tergantikan dengan pemilih skeptic, Pemilih skeptis adalah pemilih yang tidak memiliki orientasi ideology cukup tinggi dengan sebuah partai politik atau seorang kontestan. Dalam aspek tertentu, pemilih jenis ini lebih menonjolkan sikap pragmatisme, misalnya karena politik uang. Politik uang sebagai bentuk pragmatisme politik tidak selalu dalam arti pemberian sejumlah uang kepada pemilih.
Lemahnya identifikasi pemilih menyebabkan dukungan hanya sekedar eforia semata, sehingga kalkulasi yang terjadi bukanlah angka akumulasi pemilih namun sekedar simpatisan, dan inilah keretanan politik bagi seorang calon sebab simpatisan bukanlah kontur permanen dari sebuah dukungan dan sangat mudah berubah sebagaimana yang terjadi pada pemilih skeptik.  
Tawaran yang ada hanyalah bagaimana kemudian para kandidat melahirkan pemilih-pemilih ideologisnya di Kabupaten buru, bukan sekedar klaim mengklaim yang pada akhirnya meruntuhkan keharmonisan social yang telah ada selama ini.
Pilkada harus jujur, sekaligus demokratis namun lebih penting lagi bahwa pilkada di Kabupaten Buru harus menjadi Pilkada cerdas sehingga melahirkan pemimpin-pemimpin yang cerdas, semoga bisa terwujud, amin

PILKADA BURU DALAM SIMULACRA POLITIK LOKAL

Oleh: M. Chairul Basrun Umanailo, M.Si
Hiruk pikuk politik 2017 sebagai gambaran realitas politik di Kabupaten Buru, memiliki karakteristik yang luar biasa dengan segala bentuk manuver dan intrik, sekiranya menarik untuk kita bahas dengan memahami subtansi “dari yang diciptakan”. Pertarungan dan perebutan kekuasaan merupakan konsekuensi logis ketika instrument pemilihan dipakai untuk mencari seorang pemimpin.
 Fenomena Pemilihan Kepala Daerah pada Februari 2017, telah menjadi sebuah euphoria politik dalam masyarakat dengan konsekuensi dari keterbukaan teknologi informasi dan komunikasi maka masyarakat di Kabupaten Buru menjadikan momentum tersebut sebagai ruang partisipasi yang tentunya bisa bersifat positif dan juga negative. Masyarakat Kabupaten Buru sebagai konstruksi masyarakat dinamis, dimana terus berupaya serta berbenah untuk menjadi kota yang nyaman dan aman untuk dihuni menyebabkan pilkada 2017 sebagai ajang partisipatif guna memilih dan memilah kepimpinan daerah untuk lima tahun kedepan..
Kepemimpinan dapat diartikan sebagai proses mempengaruhi dan mengarahkan orang lain dalam melakukan pekerjaan yang telah ditugaskan kepada mereka serta menciptakan suatu budaya produktif dalam organisasi. Adapun dari sisi atribut, kepemimpinan adalah kumpulan karakteristik yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Oleh karena itu, pemimpin dapat didefinisikan sebagai seorang yang memiliki kemampuan untuk mempengaruhi perilaku orang lain tanpa menggunakan kekerasan maupun pemaksaan.
Menariknya, ketika berbicara kepemimpinan maka banyak realitas yang kemudian dapat kita jadikan rujukan dalam memahami kepemimpinan itu sendiri, semisalnya kepemimpinan di daerah. Bupati sebagai eksekutif memposisikan sebagai pemegang kepemimpinan tertinggi secara politik dan administrative dari suatu daerah, maka terlepas dari semua ini unsur kepemimpinan akan menjadi sangat penting untuk dikaji menjadi suatu kajian ilmiah.
Ramly Umasugi, S.Pi. MM. adalah Bupati yang sementara ini memimpin di Kabupaten Buru lewat proses pemilihan kepala daerah yang dilakukan 2 tahun yang lalu hingga saat ini masih memimpin daerah yang dimana beliau merintis karier politiknya. Satu hal yang bisa kita perbincangkan adalah karakteristik dari kepemimpinan beliau selama menjabat sebagai pemimpin yang dimulai dari Dewan Perwakilan Rakyat, menjadi Wakil Bupati hingga pada akhirnya berhasil memimpin daerah ini.
Mengaitkan politik local dengan simulacra tentunya tidak terlepas dari apa yang disampaikan oleh Baudrillard, Media Kontemporer termasuk televisi, film, cetak, dan Internet, yang bertanggung jawab untuk mengaburkan garis antara produk yang diperlukan (untuk hidup) dan produk yang perlu diciptakan oleh komersial gambar. Selanjutnya, Bahasa dan ideologi, di mana bahasa semakin menjadi terjebak dalam produksi hubungan kekuasaan antara kelompok-kelompok social
Semakin mendekatnya kita pada sebuah momentum politik maka yang diuraikan oleh Baudrillard akan semakin menjadi kenyataan. Hal ini bisa kita temukan dengan munculnya konflik maupun perbedaan pandangan dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam media-media social. Saling menjatuhkan, saling menghujat bahkan pada titik nadir yang sekiranya membutuhkan sebuah kejelasan yakni mengklaim. Jadi apa yang yang diperlukan tentunya berbeda dengan apa yang diciptakan. Dalam hal ini tentunya seseorang untuk mau merebut simpati konstituen harus mampu menciptakan kepercayaan atas apa yang diproduksinya (Isu, Wacana, Gosip, bahkan sejarah).
Perlu diingat bahwa simulacra dan simulasi memiliki empat tahap yang mana; kita percaya bahwa tanda adalah refleksi dari realitas yang mendalam, penyimpangan dari kenyataan, selanjutnya tidak adanya realitas yang mendalam, di mana simulacrum yang berpura-pura menjadi salinan setia, tapi itu adalah salinan tanpa aslinya, dan yang terakhir adalah di mana simulacrum tidak memiliki hubungan dengan realitas apapun.
Konten inilah yang sementara menjalar pada masyarakat di Kabupaten Buru, sehingga terasa sekali hajatan politik local menjadi sesuatu yang cukup meresahkan dalam hal pemicu konflik dalam kehidupan bermasyarakat. Semestinya dalam situasi seperti ini, masyarakat harus menjadi lebih cerdas dan selektif dalam berproses politik terlebih ketika menerima ataupun melanjutkan suatu informasi pada rangkaian yang lebih luas. Pragmatism menjadi factor pendorong untuk lahirnya simulacra dalam politik local namun kemudian apabila masyarakat memahami konteks yang sebenarnya maka proses politik local akan terlihat lebih elegan.
Harapan untuk masyarakat menjadi partisipan yang cerdas tentunya menjadi harapan kita semua, terlebih para calon-calon pemimpin daerah dan semua itu dimulai dari diri masing-masing sehingga keharmonisan di dalam masyarakat Kabupaten Buru tetap terjaga meskipun pilihan itu berbeda-beda. “Lahirkan seorang pemimpin bukanlah sesuatu yang sulit, namun menjadikan masyarakat yang cerdas politik adalah sesuatu yang sulit bila kemudian keasadaran berpolitik hanya untuk menjadi seorang pemimpin”. Semoga masyarakat di Kabupaten Buru mampu menjadi masyarakat yang cerdas dalam berpolitik, semoga. 

REPRESENTASI BUDAYA BURU DALAM POLITIK IDENTITAS

Oleh: M. Chairul Basrun Umanailo. M.Si
Memahami keberadaan Pulau Buru, tidak sekedar hanya dengan menyebutkan adanya dua Kabupaten, yakni Kabupaten Buru dan Buru Selatan. Namun lebih dari itu identifikasi tentang budaya masyarakat terkhusus di Kabupaten Buru menjadi sebuah point penting dalam penjabaran representasi lokal dan kaitannya dengan politik identitas.
Pada dasarnya budaya memiliki nilai-nilai yang senantiasa diwariskan, ditafsirkan dan dilaksanakan seiring dengan proses perubahan sosial kemasyarakatan. Pelaksanaan nilai-nilai budaya merupakan bukti legitimasi masyarakat terhadap budaya. Eksistensi budaya dan keragaman nilai-nilai luhur kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat dalam budaya Buru merupakan sarana dalam membangun karakter warga negara, baik yang berhubungan dengan karakter privat maupun karakter publik.
Sementara itu, politik identitas merupakan konsepsi atas keseluruhan proses formasi dan pembentukan identitas masyarakat lokal. Dalam budaya atau praktik kehidupan sehari-hari ini, peran dan fungsi kesadaran, wacana, habitus, dan praksis menentukan setiap langkah dalam formasi identitas. Politik identitas sangat jelas direpresentasikan dengan keterlibatan elit-elit masyarakat, dengan adanya kekuatan dan peran organisasi dan lembaga, pengaruh fungsi ideologi dan wacana, hingga kekuatan fungsi simbol dan atribut budaya sebagai elemen intrinsik sekaligus penguat geneologi identitas.
Langkah selanjutnya mengartikan apa yang kemudian kita sebut dengan budaya buru?, tentu kita akan kembali pada penafsiran di atas bahwa segala sesuatu yang menjadi tata nilai, tata perilaku, tata pikir orang buru bisa urai dalam beberapa objek yakni sistem religi, kekerabatan, kesenian serta sistem mata pencaharian.
Dalam sistem religi; orang buru masih kental dengan Animisme dimana kepercayaan bahwa alam sekeliling tempat tinggal manusia dihuni oleh berbagai macam roh, dan terdiri dari berbagai kegiatan keagamaan untuk memuja roh-roh tadi. Roh-roh tersebut mendapat tempat yang sangat penting dalam kehidupan manusia, sehingga menjadi objek penghormatan dan penyembahannya, yang dilakukan dengan berbagai upacara, doa, sajian, korban, dan lain sebagainya. Untuk pola kekerabatan, berorientasi pada pola perkawinan patrilineal yang disertai dengan pola menetap patrilokal dan juga bisa kita dapatkan pola-pola perkawinan seperti Maso Minta, Kawin Marwang, Kawin Panjar dan kawin lari.
Untuk kesenian, Orang Buru mengenal tarian adat Cakalele yang diperuntukan buat kegiatan seremonial dan sakral seperti upacara perkawinan, pelantikan tua adat atau penyambutan tamu-tamu penting. Sementara untuk sistem mata pencaharian, umumnya
bermata pencaharian bertani, nelayan, berburu dan kemudian kita bisa mengenal Dudeso maupun Slihit.
Kesemuanya adalah konstruksi dari budaya lokal yang terbangun dari sitem pengetahuan masyarakat lokal, mestinya bisa menjadi representatif pemerintah dan masyarakat dalam sebuah tafsir sosial atas realitas masyarakat di Kabupaten Buru. Namun tidak demikian, kondisi saat ini tidak sepenuhnya menjanjikan dengan masuknya berbagai pengaruh teknologi dan sistem pendidikan sehingga diperlukan sebuah perlakuan politik identitas guna keberlangsungan budaya lokal dimaksud.
Ada beberapa tipologi politik identitas yang bisa kita pahami yaitu agen-individu, agen kelompok, struktur-individu, struktur-kelompok, dan agen-struktur-komunikatif. Mencermati kelima tipologi tersebut, maka jelas bahwa aktor tidak dapat didikotomikan antar individu disatu sisi, dan kelompok pada sisi lain dalam pembentukan identitas. Melainkan, individu dan kelompok adalah aktor yang tindakannya tidak hanya ditentukan struktur dimana aktor tersebut berada. Sebaliknya, aktor dengan leluasa mampu mengkonstruksi identitas yang ada dalam dirinya. Meski demikian, pengalaman dan kesejarahan, serta latar belakang kehidupan sosial tak dapat dikesampingkan karena memberikan pengaruh terhadap tindakan aktor bernuansa identitas.
Implikasi pragmatis dari tipologi di atas yakni dengan membuka dua ruang yaitu dengan ruang aktuliasasi dan ruang apresiasi. Ruang aktualisasi, akan membuka kesempatan bagi implementasi budaya lokal oleh orang-orang Buru, dalam hal ini budaya orang buru kedalam struktur sosial. Sementara untuk ruang apresiasi, dengan adanya pengakuan secara de jure oleh Pemerintah Daerah terhadap tata nilai maupun tata perilaku serta tata pikir dalam kehidupan bermasyarakat maka jaminan serta perlindungan itu dirasakan secara langsung.
Akhir dari semua ini adalah lahirnya sebuah signifikansi budaya lokal terhadap kehidupan bermasyarakat dalam pembentukan identitas etnik. Ruang dimana terbentuknya relasi dialektikal antara aktor dengan kelompok etnik sehingga membentuk identitas bersama dan melekat dalam diri aktor yang dilandasi atas kesejarahan kelompok etnik (posisi aktor) dan pengalaman (disposisi) dari aktor sendiri.
Adapun struktur pembentukan budaya lokal menjadi identitas mengarahkan tindakan aktor dalam praktik-praktik yang terjadi di arena ekonomi politik lokal. Ini dapat dilihat dari praktik politik lokal (pilkada) dan ekonomi identitas. Adapun praktik-praktik tersebut dipengaruhi prinsip hierarki sehingga membentuk mobilisasi budaya lokal yang bersifat positif. Kecenderungan memudarnya identitas budaya lokal di arena ekonomi politik merupakan kegagalan me(re)produksi budaya lokal itu sendiri. Semoga dengan tulisan ini mampu mencerahkan dan membuka ruang-ruang ekpresi untuk eksistensi budaya lokal.

PRAKTIK BUDAYA DALAM TATA RUANG KOTA NAMLEA

Oleh: M. Chairul Basrun Umanailo, M.Si
Semenjak terwujud dalam ruang otonom pembangunan, Namlea yang sebelumnya masih berupa ibukota kecamatan berangsur-angsur menjadi sebuah kota kecil dengan implikasi perkotaan yang terus mengalami dinamika. Bergesernya Kecamatan Namlea dari wilayah penyokong Ibukota Kabupaten Maluku Tengah menjadi Ibukota Kabupaten Buru, semua itu tidak terlepas dari gaung otonomi daerah yang mampu mewujudkan eksistensi Kota Namlea hingga saat ini.
Menyikapi pembangunan ruang-ruang dalam perwujudan sebuah kota tentunya akan ikut berubah secara sistematis sebagai akibat status yang melekat sebagai wilayah penting dalam struktur pemerintahan daerah. Kondisi Kota Namlea sebelum menjadi ibukota kabupaten, secara faktual dapat dikalkulasi sebagai daerah penyokong yang bukan pada Kabupaten Induk melainkan pada kota Ambon sebagai konsekuensi orbitrasi geografi. Kondisi inilah yang mempermudah mobilitas masyarakat Kota Namlea dalam urusan ekonomi, sosial dan pendidikan, sehingga sampai saat inipun pengaruh orbitrasi tersebut masih terus dirasakan.
Pertanyaan selanjutnya yaitu bagaimana kita mendiskripsikan ruang kota Namlea sebagai suatu identifikasi praktik budaya yang memiliki kaitan kuat terhadap perencanaan hingga pelaksanaan dan mampu menjadi representatif dalam tata ruang Kota Namlea yang seutuhnya, yang memiliki lokalitas yang nyata dan keterhubungan dengan budaya lokal.
Memahami praktik budaya, kita bisa meminjam apa yang diasumsikan oleh Pierre Bordieu mengenai Praktik sebagai 􀂵􀀷􀁌􀁑􀁇􀁄􀁎􀁄􀁑􀂵􀀃􀀋􀁓􀁕􀁄􀁆􀁗􀁌􀁆􀁈􀀌􀀃􀁄􀁗􀁄􀁘􀀃􀁄􀁓􀁄􀀃􀁜􀁄􀁊􀀃􀁖􀁈􀁆􀁄􀁕􀁄􀀃􀁄􀁎􀁗􀁘􀁄􀁏􀀃dilakukan seseorang, merupakan bentukan dari (dan sekaligus respons terhadap) aturan-aturan dan konvensi-konvensi budaya. Ia mengandaikan korelasi secara dialektis hubungan kebudayaan (peta) dengan tindakan tentang perjalanan. Praktik adalah produk dari relasi antara habitus dengan ranah, yang keduanya merupakan produk sejarah. Maka apabila kita kaitkan dengan tata ruang yang ada di Kota Namlea terdapat sinkronisasi dengan dua hal yaitu Habitus merupakan struktur subjektif yang terbentuk dari pengalaman individu berhubungan dengan individu lain dalam jaringan struktur objektif yang berada dalam ruang sosial. Selanjutnya ranah atau juga kebiasaan dimana merupakan metafora yang menggambarkan kondisi masyarakat yang terstruktur dan dinamis dengan daya-daya yang dikandungnya.
Habitus masyarakat di Kota Namlea harusnya memiliki nilai lokalitas yang tinggi sebagai akibat kuatnya integrasi yang terbangun dari konsepsi kultural yang kuat, kepercayaan tentang tempat-tempat pamali ataupun sakral mestinya menjadi rujukan
publik mengingat korelasi masyarakat dengan bawaan tradisi yang masih relevan. Selain itu, bentukan dan implementasi bentuk ruang harus berkorelasi dengan identitas adat dan tradisi setempat dalam bentukan implementasi tata ruang. Kita bisa mencontohkan bagaimana bentukan bangunan untuk seorang pemimpin daerah, dalam konteks pembangunannya harus menonjolkan identitas lokalitas sebagai praktik budaya yang semestinya.
Bertolak dari beberapa penjelasan dan literatur, orang- Buru dalam menjalankan kepercayaan terhadap leluhur membagi ruang di wilayahnya atas tiga bagian yaitu: Pertama adalah kawasan yang dilindungi karena nilai kekeramatannya; Kedua adalah kawasan yang diusahakan; Ketiga adalah kawasan yang tidak diusahakan. Pembagian wilayah ini sangat erat hubungannya dengan kepercayaan tradisional dan kosmologi orang-orang Buru, yaitu asal usul mereka yang berhubungan dengan alam semesta seperti tanah, air, dan gunung. Maka demikian Kota Namlea kemudian bisa mengadopsi dan mengelaborasi konteks budaya tersebut ke dalam sebuah perencanaan tata ruang perkotaan.
Sekedar untuk bahan komparatif dari Kota Solo dan beberapa Kabupaten Di Jawa Tengah, bisa kita temukan bentuk ruang-ruang publik seperti Balai Kota, Mesjid bahkan rumah Walikota, dimana konstruksi asitekturnya merupakan perwujudan budaya lokal, identifikasinya sangat kuat dan ini dapat memperkuat daya tahan budaya lokal terhadap modernisasi.
Muncul pertanyaan besar bagi Pemerintah Kabupaten Buru yang mana Branding Danau Rana belum sepenuhnya terekplorasi dalam sebuah perencanaan tata ruang kota, Danau Rana bukan saja penting dalam pandangan orang-orang pribumi, tetapi simbol-simbol yang melekat pada tradisi dapat menjadi sebuah referensi bagi perencana. Seperti simbolisasi Danau Rana yang dalam kedudukan sebagai perut atau pusat, yang adalah bagian penting dalam proses pembuahan, kehamilan, dan kelahiran manusia, merupakan konsep asli dari wawasan berpikir yang memandang Pulau Buru sebagai manusia.
Selanjutnya tentang ranah yang semakin sulit teridentifikasi akibat masuknya budaya global sehingga ruang-ruang dalam kota yang tercipta lebih merupakan perwujudan perkembangan teknologi dan industri. Bentukan dari ruang-ruang mestinya menonjolkan identitas masyarakat setempat ataupun akulturasi dengan budaya lokal, seperti bentukan atap maupun bentuk bangunan.
Kota Namlea Sebagai bentukan masyarakat dengan kekuatan kultur yang masih kuat, harapan untuk mempertahankan budaya lokal masih bisa terwujud lewat perencanaan tata ruang kota yang lebih representatif. Praktik budaya mestinya menjadi indikator dalam perencanaan tata ruang yang nantinya tidak begitu saja meninggalkan sumber-sumber budaya yang bisa dipakai sebagai praktik pembangunan. Merujuk rumusan sosiologis dalam sebuah perencanaan tata ruang kota bisa diasumsikan sebagai Habitus + Ranah = Praktik, dan pada akhirnya kita semua terus menanti terwujud praktik perencanaan dan implementasi pembangunan yang berbasis budaya lokal, semoga terwujud.

Kamis, 12 April 2018

NASKAH AKADEMIK 2018

NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH
TENTANG
TATA CARA PENCALONAN, PEMILIHAN, PENGANGKATAN, PELANTIKAN DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DESA

Penyelenggaraan pemerintahan desa mengalami perubahan mendasar melalui revisi Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 yang digantikan dengan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Perubahan tersebut dilandaskan pada argument historis, filosofis, yuridis, psikopolitik dan sosiologis. Argumen-argumen tersebut diorientasikan pada upaya penataan desa. Salah satu isu penting dalam melakukan penataan desa adalah pengisian jabatan kepala desa yang tidak dapat dilepaskan dari desain kelembagaan pemerintahan desa.
Salah satu substansi Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 yang berkenaan dengan penataan desa adalah pengaturan mengenai kelembagaan Desa, yaitu lembaga Pemerintahan Desa yang terdiri atas Pemerintah Desa, Badan Permusyawaratan Desa dan Lembaga Kemasyarakatan Desa. Pemerintah desa adalah Kepala Desa yang berfungsi sebagai kepala Pemerintahan Desa yang memimpin penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Kepala Desa mempunyai peran penting dalam kedudukannya sebagai kepanjangan tangan negara yang dekat dengan masyarakat dan sebagai pemimpin masyarakat. Dengan posisi yang demikian itu, prinsip pengaturan tentang Kepala Desa adalah:
a) Sebutan kepala desa disesuaikan dengan sebutan lokal;
b) Kepala desa berkedudukan sebagai kepala pemerintah desa dan sebagai pemimpin masyarakat;
c) Kepala desa dipilih secara demokratis dan langsung oleh masyarakat setempat;
d) Pencalonan kepala desa dalam pemilihan langsung tidak menggunakan basis partai politik                   sehingga kepala desa dilarang menjadi pengurus partai politik.

untuk mengikuti kajian lengkap saya, silahkan copy link tautan berikut ini:
https://osf.io/rwkvt/


NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH
TENTANG
BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

Sebagai subjek pembangunan tentunya warga masyarakat hendaknya sudah dilibatkan untuk menentukan perencanaan pembangunan sesuai dengan kebutuhan objektif masyarakat yang bersangkutan. Dalam arti bahwa perencanaan pembangunan yang akan dilaksanakan dapat menyentuh langsung kebutuhan masyarakat sehingga program perencanaan pembangunan desa yang akan dicanangkan, masyarakat dapat berpartisipasi seoptimal mungkin.
Ide-ide pembangunan harus didasarkan pada kepentingan masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya yang menunjang terhadap pembangunan nasional. Ide-ide pembangunan desa inilah yang akan ditampung oleh Badan Pemusyawaratan Desa (BPD) dan akan dimufakatkan bersama dalam musyawarah pembangunan desa sehingga dapat direncanakan dengan baik antara pemerintah dengan masyarakat. Hal ini pada akhirnya akan menumbuhkan prakarsa dan swadaya masyarakat serta partisipasi aktif nantinya pada saat pelaksanaan pembangunan desa.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 pengertian Badan Permusyawaratan Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah lembaga yang melakukan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis. Pengertian ini tidak mengalami perubahan jika dibandingkan dengan yang disebutkan di dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004.

untuk mengikuti kajian lengkap saya, silahkan copy link tautan berikut ini:
https://osf.io/9wkuh/


NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH
TENTANG
BADAN USAHA MILIK DESA

Badan Usaha Milik Desa yang selanjutnya disebut BUMDes adalah suatu lembaga/badan perekonomian desa yang berbadan hukum dibentuk dan dimiliki oleh pemerintah desa, dikelola secara ekonomis mandiri dan profesional dengan modal seluruhnya atau sebagian besar merupakan kekayaan desa yang dipisahkan. Pada akhirnya BUMDes dibentuk dengan tujuan memperoleh keuntungan untuk memperkuat Pendapatan Asli Desa (PADes), memajukan perekonomian desa, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. Seperti diungkapkan oleh Ngesti D. Prasetyo, bahwa keberadaan BUMDes sangat strategis yang pada akhirnya BUMDes berfungsi sebagai motor penggerak perekonomian desa dan kesejahteraan masyarakat desa. Harapan dengan adanya BUMDes, adalah pembentukan usaha baru yang berakar dari sumber daya yang ada serta optimalisasi kegiatan-kegiatan ekonomi masyarakat desa yang telah ada. Di sisi lain akan terjadi peningkatan kesempatan berusaha dalam rangka memperkuat otonomi desa dan mengurangi pengangguran1.
Tujuan BUMDes yaitu mengoptimalkan pengelolaan aset-aset desa yang ada, memajukan perekonomian desa, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. Sifat usaha BUMDes adalah berorientasi pada keuntungan. Sifat pengelolaan usahanya adalah keterbukaan, kejujuran, partisipasif dan berkeadilan. Dan fungsi BUMDes adalah: sebagai motor penggerak perekonomian desa, sebagai lembaga usaha yang menghasilkan Pendapatan Asli Desa (PADes), serta sebagai sarana untuk mendorong percepatan peningkatan kesejahteraan masyarakat desa.

untuk mengikuti kajian lengkap saya, silahkan copy link tautan berikut ini:
https://osf.io/8a7c6/

NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH
TENTANG
KEUANGAN DESA

Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 yang telah disempurnakan dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 telah mengubah hubungan antara pemerintah pusat dan daerah. Dua uUdang-undang ini digunakan sebagai dasar hukum proses desentralisasi di Indonesia dengan memberikan peranan yang sangat penting kepada pemerintah lokal (kabupaten/kota).
Sejak kedua peraturan tersebut diundangkan pemerintah Indonesia telah berubah secara drastis dari pemerintah yang tersentralisasi menjadi pemerintah yang sangat terdesentralisasi. Berkah otonomi dirasakan mulai dari provinsi, kabupaten/kota sampai ke desa. Seiring dengan berlakunya otonomi daerah telah terjadi reformasi dibidang keuangan negara. Tanggal 5 April 2003 menjadi tonggak sejarah pengelolaan keuangan negara di Indonesia. Pada tanggal tersebut pemerintah Indonesia telah mengundangkan sebuah Undang-undang fenomenal yaitu Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara. Undang-undang ini menggantikan Undang-undang dan peraturan-peraturan produk kolonial Hindia Belanda yaitu;

untuk mengikuti kajian lengkap saya, silahkan copy link tautan berikut ini:
https://osf.io/mcafw/

NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH
TENTANG
PEDOMAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA

Saat berlakunya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, sebagaimana diubah dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 1 angka 12 mengartikan, desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-asul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Desa dibentuk di kabupaten/kota, dan di dalam desa dibentuk pemerintahan desa yang menjalankan kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat. Pasal 200 ayat (1) dan (2) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 menentukan:
      (1)  Dalam pemerintahan daerah kabupaten/kota dibentuk pemerintahan desa yang terdiri dari                    pemerintah desa dan badan permusyawatan desa.
      (2) Pembentukan, penghapusan, dan/atau penggabungan desa dengan memperhatikan asal                          usulnya atas prakarsa masyarakat.

untuk mengikuti kajian lengkap saya, silahkan copy link tautan berikut ini:
https://osf.io/2wakp/


NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH
TENTANG
PEDOMAN TEKNIS PERATURAN DESA

Reformasi penyelenggaraan pemerintahan desa pada hakekatnya adalah suatu proses pembalikan paradigma politik, dimana proses demokratisasi yang selama Orde Baru berproses dari atas, kemudian dibalik melalui proses yang berangkat dari desa. Dalam paradigma baru tersebut, desa merupakan kesatuan hukum yang otonom dan memiliki hak dan wewenang untuk mengatur rumah tangga sendiri.
Efektivitas dan efisiensi pembangunan membutuhkan terpenuhinya prasyarat berupa tata pemerintahan yang baik dan bersih (good and clean government). Aspek-aspek penyelenggaraan pemerintahan mengeliminasi praktek-praktek tidak sehat dan merupakan mekanisme kontrol dalam penyelenggaraan pemerintahan. Sehubungan dengan hal tersebut, Pemerintah Desa dalam menyelenggarakan pemerintahan di desa juga harus menerapkan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik. Guna mendukung pelaksanaannya maka perlu adanya pengaturan yang jelas sebagai pedoman dan guna mewujudkan kepastian hukum dalam penyelenggaraan pemerintahan di desa.
Meskipun masyarakat desa lebih bersifat homogen namun sebagaimana adanya pola hubungan antar individu, maupun antar individu dengan Pemerintah Desa, antara lembaga yang ada di desa dan semua komponen yang berkepentingan di desa, maka perlu disepakati norma-norma yang secara positif mengikat dan diakui serta terlembaga dalam bentuk-bentuk peraturan perundangan.

untuk mengikuti kajian lengkap saya, silahkan copy link tautan berikut ini:
https://osf.io/pfhtu/

NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH
TENTANG
PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

Lahan pertanian pangan merupakan bagian dari lahan fungsi budidaya. Keberadaanya sangat penting dalam menyokong kedaulatan pangan baik untuk memenuhi kebutuhan wilayahnya maupun untuk di jual ke luar wilayahnya. Seiring pertumbuhan penduduk yang dinamis pada saat ini keberadaan lahan pertanian terancam untuk kebutuhan lain seperti perumahan, industri dan sebagainya. Alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian menjadi fenomena yang terjadi hampir di semua wilayah.
Satu hal yang mungkin tidak menjadi bahan pertimbangan dalam melakukan alih fungsi lahan adalah dampak yang ditimbulkan dari alih fungsi lahan tersebut. Bagi sektor pertanian, lahan merupakan faktor produksi utama dan tak tergantikan. Berbeda dengan penurunan produksi yang disebabkan oleh serangan hama penyakit, kekeringan, banjir dan faktor lainnya lebih bersifat sementara, maka penurunan produksi yang diakibatkan oleh alih fungsi lahan lebih bersifat permanen dan sulit untuk diperbaiki, Sehingga berkurangnya luasan lahan yang digunakan untuk kegiatan pertanian secara signifikan dapat mengganggu stabilitas kemandirian, ketahanan dan kedaulatan pangan baik lokal maupun nasional.

untuk mengikuti kajian lengkap saya, silahkan copy link tautan berikut ini:
https://osf.io/ahp3j/




Minggu, 08 April 2018

TEKNIK PRAKTIS GROUNDED THEORY DALAM PENELITIAN KUALITATIF

Oleh: M. Chairul Basrun Umanailo. M.Si


Paradigma yang digunakan di dalam penelitian ini adalah paradigma konstruktivis. Paradigma konstruktivis, yaitu paradigma yang hampir merupakan antitesis dari paham yang meletakkan pengamatan dan objektivitas dalam menemukan suatu realitas atau ilmu pengetahuan.

untuk mengikuti kajian lengkap saya, silahkan copy link tautan berikut ini:
https://www.researchgate.net/publication/324138789_TEKNIK_PRAKTIS_GROUNDED_THEORY_DALAM_PENELITIAN_KUALITATIF

TEKNIK PRAKTIS RISET FENOMENOLOGI

Oleh: M. Chairul Basrun Umanailo. M.Si


Umumnya para peneliti kesulitan untuk menganalisis data yang telah diperoleh dari lapangan, berikut ini saya coba buatkan tahapan sekaligus dengan contohnya agar mempermudah pemahaman dalam mengaplikasikan teknik analisisnya. Semoga bermanfaat bagi peneliti-peneliti kualitatif, khususnya yang focus dengan kajian sosiologi

untuk mengikuti kajian lengkap saya, silahkan copy link tautan berikut ini:
https://www.researchgate.net/publication/324115163_TEKNIK_PRAKTIS_RISET_FENOMENOLOGI

KONSUMERISME MENUJU KONSTRUKSI MASYARAKAT MODERN

Oleh: M. Chairul Basrun Umanailo. M.Si

Tidak lepas dalam ingatan kita, bagaimana Jean Baudrilard menelanjangi konsumerisme dengan karya besar tentang masyarakat konsumsi, Yasraf Amir Piliang mencoba untuk meretas konsumerisme lewat tafsir Cultural Studies atas matinya Makna, sementara itu Ritzer, Douglas, maupun Barry Smart yang masih setengah hati menafsirkan makna dari konsumerisme. Kesemuanya itu adalah upaya mengkonstruksi dan meleburkan nilai-nilai yang terkandung dan terbangun dalam suatu essay lepas untuk menumbuhkan kesadaran bahwa konsumerisme siap menerkam kita kapan saja dan dimana saja

untuk mengikuti kajian lengkap saya, silahkan copy link tautan berikut ini:
https://osf.io/u8sed/

Desa Sebagai Poros Pembangunan Daerah

Oleh: M. Chairul Basrun Umanailo. M.Si


Seiring perubahan kebijakan Negara terhadap desa hal ini merupakan angin segar bagi kita semua, bahwasanya orientasi pembangunan perlahan mulai bergeser dari pembangunan perkotaan menjadi perdesaan. Undang-Undang No 6 Tahun 2014 Tentang Desa memberi peluang bagi munculnya sharing sumberdaya antara Masyarakat Desa, investor serta Pemerintah daerah. Desa oleh UU ini memiliki kedudukan yang lebih kuat dan fleksibel terkait kewenangan, perencanaan pembangunan dan keuangan

untuk mengikuti kajian lengkap saya, silahkan copy link tautan berikut ini:
https://osf.io/7xwbj/

Kalesang Desa Dalam Konteks Membangun Dari Desa

Oleh: M. Chairul Basrun Umanailo. M.Si
Kalesang Desa merupakan Program inovatif pemimpin daerah untuk meningkatkan taraf kesejahteraan dan taraf ekonomi masyarakat desa, keinginan kuat untuk melibatkan seluruh komponen masyarakat menjadi satu dalam pelaksanaan pendampingan desa. Tujuan ditelitinya Kalesang Desa semata-mata untuk meninjau seberapa jauh keberhasilan program untuk keterlibatan masyarakat dalam pembangunan desa. Dalam penelitian serta kajian yang dilakukan mempergunakan pendekatan studi kualitatif guna untuk memperkuat serta merumuskan hasil-hasil temuan dari lapangan. Bahwa apa yang telah dilaksanakan dalam Program Kalesang Desa menimbulkan patronase serta hilirisasi program dimana keterlibatan masyarakat bukan akibat kesadaran yang terbangun namun karena persoalan struktur birokrasi yang membuat partisipasi melahirkan ketergantungan terhadap pendamping desa dalam hal ini Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Hal terpenting yakni menyangkut indicator keberhasilan dan keterlibatan yang belum bisa ditemukan sehingga dirasakan perlu ada perbaikan serta perubahan pada pola-pola pendekatan dan pelaksanaan di lapangan.

untuk mengikuti kajian lengkap saya, silahkan copy link tautan berikut ini:
https://osf.io/mszck/

Ilmu Sosial Budaya Dasar

Oleh: M. Chairul Basrun Umanailo. M.Si
Fenomena sosial merupakan sebuah gambaran umum tentang keberadaan masyarakat di sekitar kita, bila kemudian bisa diurai dalam sebuah aktifitas kajian maka kegunaan dari kemampuan analistis kita akan semestinya ikut berperan dalam sebuah proses perubahan. Ada hal manarik ketika realitas dalam masyarakat dapat kita tuangkan dalam karya yang sederhana. Buku ini berupaya menyajikan berbagai gambaran umum serta kajian materi yang sederhana namun komprehensif, setidaknya ada harapan besar untuk dapat membantu mahasiswa memahami proses belajar dan proses penciptaan pemahaman.

untuk mengikuti kajian lengkap saya, silahkan copy link tautan berikut ini: 
https://osf.io/4hpwc/

SOSIOLOGI HUKUM

Oleh: M. Chairul Basrun Umanailo. M.Si
Buku ini berupaya menyajikan berbagai gambaran umum serta kajian materi yang sederhana namun komprehensif, setidaknya dapat membantu mahasiswa untuk memahami proses belajar dan proses penciptaan pemahaman. 
Tulisan yang sederhana, coba ditampilkan dengan tujuan untuk menggugah rasa keingintahuan mahasiswa, agar nantinya upaya untuk menyempurnakan pemahaman Sosiologi Hukum lebih terjewantahkan lewat berbagai kajian yang ada pada buku ajar ini.

untuk mengikuti kajian lengkap saya, silahkan copy link tautan berikut ini:
https://osf.io/khfnu/

Mengurai Kemiskinan Di Kabupaten Buru

Oleh: M. Chairul Basrun Umanailo. M.Si
Dalam mamaknai kemiskinan, kita diperhadapkan pada suatu generalisasi yang membuat terjadinya jebakan persamaan perspektif tentang mereka yang miskin, artinya saudara kita yang miskin di Kabupaten Buru disamakan indikatornya dengan mereka yang menetap pulau Jawa, Sumatra bahkan Ibukota Jakarta, dengan tidak memikirkan latar belakang sosial, ekonomi, budaya serta geografi yang berbeda. Akhirnya, orang miskin di Kabupaten Buru akan sama diperlakukan persis dengan yang ada di kota-kota lainnya.

untuk mengikuti kajian lengkap saya, silahkan copy link tautan berikut ini:
https://osf.io/8wdxe/

KETERBATASAN PENGGUNAAN TEKNOLOGI INFORMASI PADA PELAYANAN DAN PEMBELAJARAN DI UNIVERSITAS IQRA BURU

Oleh: M. Chairul Basrun Umanailo. M.Si
Menyikapi berbagai perkembangan teknologi yang ada, Universitas Iqra Buru sebagai salah satu Perguruan Tinggi Swasta di Maluku turut serta dalam pemanfaatan sumber pembelajaran yang terkait dengan pemanfaatan teknologi, namun tidak semua perencanaan maupun orientasi yang ingin dicapai dapat terwujud sebagai akibat ketersediaan infrastruktur maupun biaya operasional yang begitu besar, sehingga penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kondisi keterbatasan teknologi informasi mempengaruhi proses pelayanan dan pembelajaran di Universitas Iqra Buru.
Metode penelitian yang digunakan yakni penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi serta waktu pelaksanaan selama 30 hari di lokasi kampus Universitas Iqra Buru. Sampel yang diambil dari 5 program studi di lingkungan Universitas Iqra Buru. Data lapangan menunjukan berbagai keterbatasan penggunaan teknologi informasi yang berimbas pada mutu pelayanan maupun proses pembelajaran dimana efek yang muncul pada akhirnya bersinggungan dengan mutu maupun kwalitas yang dibutuhkan. Persoalan sarana prasaran, pembiayaan serta kebijakan universitas menjadi permasalahan pokok yang menyebabkan keterbatasan pemanfaatan teknologi informasi itu terjadi di lembaga pendidikan seperti yang didapatkan pada Universitas Iqra Buru.
Harapan untuk adanya bantuan maupun dorongan dari pemerintah dalam hal ini pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informasi serta Kemeterian Ristek Dikti agar berinisiasi menyelesaikan persoalan-persoalan yang terkait pemanfaatan teknologi informasi pada Perguruan Tinggi Swasta menjadi keinginan bersama untuk menunjang pencapaian mutu pendidikan yang berkwalitas serta memiliki daya saing.

untuk mengikuti kajian lengkap saya, silahkan copy link tautan berikut ini: 
https://osf.io/gb4hm/

MASYARAKAT BURU DALAM PERSPEKTIF KONTEMPORER

Oleh: M. Chairul Basrun Umanailo. M.Si

Dalam menjalani keseharian di Pulau Buru, setidaknya kita akan menyaksikan banyak fenomena-fenomena yang terjadi dalam masyarakat, dan itulah realitas yang semestinya kita pikirkan. Banyak hal yang kemudian bisa kita analisa dan memberikan kontribusi untuk menuju pada perubahan masyarakat yang lebih baik, tidak terkecuali permasalahan sosial ekonomi yang belakangan ini semakin ramai diperbincangkan.
Buku ini berupaya menyajikan berbagai realitas yang terjadi dalam masyarakat, dengan kalimat yang sederhana bahkan tidak teratur dalam strukturnya namun demikian sebagai upaya untuk mentransformasikan pengetahuan yang ada, sekalipun itu harus bersinggungan dengan pihak-pihak tertentu, namun penulis yakin bahwa setiap orang akan memiliki intepretasi berbeda sesuai disiplin ilmu yang dimilikinya.

untuk mengikuti kajian lengkap saya, silahkan copy link tautan berikut ini: 
https://osf.io/kzgx3/

EKSISTENSI WARANGGANA DALAM RITUAL TAYUB

Oleh: M. Chairul Basrun Umanailo. M.Si

Pergeseran nilai-nilai budaya dalam masyarakat terjadi seiring pengaruh dari globalisasi dan pengaruh budaya lain. Perkembangan cyber space, internet, informasi elektronik dan digital, ditemui dalam kenyataan sering terlepas dari sistim nilai dan budaya. Perkembangan ini sangat cepat terkesan oleh generasi muda yang cenderung cepat dipengaruhi oleh elemen-elemen baru yang merangsang. Suka atau tidak bila tidak disikapi dengan kearifan dan kesadaran pembentengan umat, pasti akan menampilkan benturan-benturan psikologis dan Sosiologis. Pada Era globalisasi telah terjadi perubahan perubahan cepat. Dunia menjadi transparan, terasa sempit, hubungan menjadi sangat mudah dan dekat, jarak waktu seakan tidak terasa dan seakan pula tanpa batas. Perubahan yang mendunia ini akan menyebabkan pergeseran nilai-nilai budaya tersebut

untuk mengikuti kajian lengkap saya, silahkan copy link tautan berikut ini: 
https://osf.io/zfsvy/

KAJIAN DAN ANALISIS SOSIOLOGI

Oleh: M. Chairul Basrun Umanailo. M.Si
Belajar adalah “Anugrah”, ketika kesempatan itu datang sekiranya Tuhan menginginkan manusia untuk berubah menjadi lebih baik dari waktu sebelumnya. Begitu juga apa yang saya dapatkan selama menjalani studi di Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, banyak pengalaman yang tidak saya ingin tinggalkan begitu saja dengan kesungguhan hati maka keinginan menulis buku ini semakin kuat. Buku ini berupaya menyajikan kajian-kajian yang sederhana tentang perubahan masyarakat, postmodern, politik, maupun kajian-kajian sosial dari berbagai realitas yang terjadi dalam masyarakat, dengan kalimat yang sederhana bahkan tidak teratur dalam strukturnya, namun demikian penulis tetap berupaya untuk mentransformasikan pengetahuan yang dimiliki, serta penulis yakin bahwa sesuatu yang “besar” selalu berawal dari kesalahan-kesalahan yang secara terus menerus membuka pikiran seseorang untuk menemukan sesuatu yang lebih baik lagi.

untuk mengikuti kajian lengkap saya, silahkan copy link tautan berikut ini:
https://osf.io/pv24f/

MARGINALISASI BURUH TANI AKIBAT ALIH FUNGSI LAHAN

Oleh: M. Chairul Basrun Umanailo. M.Si
Marginalisasi bagi penulis merupakan sebuah realitas dimana masyarakat terperangkap pada situasi yang serba terbatas pada pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari, keterbatasan tersebutlah bagi penulis akan membuka peluang besar untuk terciptanya realitas kemiskinan. Apa yang penulis tangkap di Desa Ngringo adalah bagian dari marginalisasi sebagaimana keterbatasan buruh tani untuk mengakses sumber-sumber penghidupan akibat lahan yang tersedia telah berpindah kepemilikan kepada pihak pengembang maupun pemilik modal perusahaan. Dari situlah penulis semakin tertarik untuk mendalami fenomena marginalisasi hingga akhirnya tersusun buku dari hasil penelitian tersebut.

untuk mengikuti kajian lengkap saya, silahkan copy link tautan berikut ini: 
https://osf.io/9czk2/

Adakah Ukuran Kemiskinan Buat Masyarakat Di Kabupaten Buru?

Oleh: M. Chairul Basrun Umanailo. M.Si
Kemiskinan diukur dari akses sumber penghidupan, Kemiskinan diukur dari pola konsumsi, Kemiskinan diukur dari akses kesehatan, Kemiskinan diukur dari akses transformasi, indikator ini dapat ditelusuri serta dikembangkan lewat studi-studi kajian serta penelitian Sosiologis yang lebih luas dan mendalam. Terjebak dalam kemiskinan bukan berarti akhir dari segalanya. Manusia diberikan kemampuan berpikir untuk bisa menjawab setiap permasalahan hidupnya termasuk keluar dari kemiskinan yang menggrogotinya. Konteks ini bisa kita pelajari selanjutnya dengan moral ekonomi yang disampaikan oleh James Scott maupun Popkins

untuk mengikuti kajian lengkap saya, silahkan copy link tautan berikut ini: 
https://osf.io/jne6q/

KETERLEKATAN PETANI DAN TRANSAKSI NON TUNAI DALAM PEMASARAN HASIL PERTANIAN

Oleh: M. Chairul Basrun Umanailo. M.Si
Memahami konteks dari karya tulis ini merupakan suatu pengambaran umum tentang pemanfaatan keterlekatan masyarakat desa atau spesifiknya yaitu petani terhadap penggunaan transaksi non tunai dalam permasalahan pemasaran hasil pertanian, di samping mencari serta menyusun strategi bagaimana kemudian transaksi non tunai bisa menjadi mediasi masuknya hasil pertanian ke pasar yang lebih luas.

Kerangka analisis yang dipakai dalam penulisan karya ini terdiri dari tiga tahapan yakni pemetaan masalah dan kerangka berpikir, klarifikasi permasalahan proses dan yang terakhir yaitu penulisan karya tulis dan penyusunan keseluruhan hasil kajian dan kesimpulan.

Keterlekatan petani dalam konstruksi aktor diasumsikan memiliki seperangkat pilihan dan preferensi yang telah tersedia dan stabil. Tindakan aktor ditujukan untuk memaksimalkan pemanfataan individu maka demikian fungsi keterlekatan yang ada pada petani bisa dioptimalkan untuk sarana penyampaikan imformasi terkait transaksi non tunai

Secara umum, persepsi dan preferensi akan menentukan perilaku seseorang dalam mengkonsumsi barang dan jasa, tidak terlepas dari semua itu maka strategi yang dipergunakan lebih mengarah pada kultur dari petani itu tersebut. Dalam karya ini didapatkan kesimpulan sederhana bahwa dengan adanya keterlekatan yang kemudian bisa dipadukan dengan pola sosialisasi dan pembangunan infrastruktur untuk transaksi non tunai maka kemungkinan untuk teradopsinya pola transaksi non tunai bagi petani dalam memasarkan hasil pertaniaanya akan semakin terbuka.

untuk mengikuti kajian lengkap saya, silahkan copy link tautan berikut ini:
https://osf.io/6hs5e/

MEREDUKSI MULTI PARTAI UNTUK KESTABILAN PEMBANGUNAN NASIONAL

Oleh: M. Chairul Basrun Umanailo. M.Si
Makalah ini mencoba untuk membahas permasalahan sistem multipartai di Indonesia. Doktrin utama dalam sistem demokrasi adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Tiga poin tersebut dapat dimaknai dengan (1) kekuasaan berasal “dari” tangan rakyat, (2) dijalankan “oleh” perwakilan yang mewakili rakyat, (3) bertujuan “untuk” kemakmuran rakyat. Tujuan politik di Indonesia seperti yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 pada esensinya adalah untuk kemakmuran rakyat. Sehingga tujuan pembangunan nasional pun sejatinya selaras dengan landasan hukum yang ada di Indonesia tersebut. Namun pada faktanya praktik politik di Indonesia tidak sesuai bahkan bertentangan dengan yang rumusan dalam Undang-Undang Dasar. Sebagai kelanjutan dari praktik politik yang menyimpang tersebut arah pembangunan pun menjadi bias karena penentu kebijakan di negeri ini menggunakan praktik politik yang menyimpang. 
Dalam tulisan ini dibahas praktik penyimpangan politik yang berdampak pada terjadinya bias tujuan pembangunan nasional di Indonesia. Penulis mengupas permasalahan politik beserta dampaknya pada pembangunan tersebut dengan pendekatan ilmu sosial, antara lain; Sosiologi, Sejarah, dan Antropologi. Pendekatan sosiologis dengan melihat berbagai peristiwa sosial politik yang merupakan dampak dari penerapan multipartai di Indonesia. Pendekatan Sejarah dengan melihat perkembangan sistem perpolitikan di Indonesia dari masa ke masa. Terakhir pendekatan Antropologi dengan mengambil karya Clifford Geertz tentang trikotomi (Priayi, Santri, dan Abangan) dalam masyakat Indonesia sebagai bentuk klasifikasi kelompok masyarakat. Analisis terkait kelompok masyarakat (Priayi, Santri, Abangan) inilah kemudian yang digunakan untuk memberikan gambaran normatif bagi para elit pemangku kebijakan dalam membatasi dan mengontrol jumlah partai di Indonesia. Analisis tersebut digunakan karena melihat partai politik yang saat ini berkembang tidak lagi proporsional berdasarkan ideologi atau keterwakilan kelompok masyarakat, namun berkembang berdasarkan kepentingan material dan cenderung transaksional. Partai politik bukan lagi menjadi sandaran ideology konstituennya, yang selalu dekat dan merasa terdidik untuk terus mendapatkan pemahaman politiknya, namun saat ini, partai politik telah berubah menjadi gerombolan orang berpolitik untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan

untuk mengikuti kajian lengkap saya, silahkan copy link tautan berikut ini: 
https://osf.io/p3yh8/

PERUBAHAN SOSIAL DI INDONESIA : Tradisi, Akomodasi, dan Modernisasi

Oleh: M. Chairul Basrun Umanailo. M.Si


Kebanyakan literatur tentang perubahan sosial , dimulai tanpa mendefinisikan dengan jelas mengenai apa yang dimaksud dengan konsep perubahan itu. Perubahan sosial diperlakukan seakan mempunyai makna berupa fakta intuitif. Tetapi arti perubahan sosial sebenarnya bukanlah berupa fakta intuitif dan bukan berarti suatu yang sama dengan fakta intuitif seperti yang diartikan kebanyakan para ahli. Lalu apa yang kita artikan dengan perubahan sosial itu? Kebanyakan definisi membicarakan perubahan sosial dalam arti yang sangat luas. Wilbert Moore misalnya, mendefinisikan perubahan sosial sebagai "perubahan penting dari striktur sosial", dan yang dimaksud dengan struktur sosial adalah "pola-pola perilaku dan interaksi sosial. Moore memasukkan ke dalam definisi perubahan sosial sebagai ekspresi mengenai struktur seperti norma, nilai dan fenomena kultural. Perubahan sosial didefinisikan sebagai fariasi atau modifikasi dalam setiap aspek proses sosial, pola soaial, dan bentuk-bentuk sosial, serta "setiap modifikasi pola antar hubungan yang mapan dan standart perilaku. Definisi demikian bukan tak berguna, karena dapat menunjukkan bahwa perubahan sosial itu adalah fenomena yang rumppil dalam arti menembus ke berbagai tingkat kehidupan sosial. Jika definisi itu mencakup seluruh aspek kehidupan sosial, itu sebenarnya karena keseluruhan aspek kehidupan sosial itu terus menerus berubah. Yang berbeda hanyalah tingkat perubahannya. Sikap terhadap fenomena tertentu mungkin berubah lebih cepat

untuk mengikuti kajian lengkap saya, silahkan copy link tautan berikut ini: 
https://www.researchgate.net/publication/323944094_PERUBAHAN_SOSIAL_DI_INDONESIA_Tradisi_Akomodasi_dan_Modernisasi

MENGURAI KEKERASAN SIMBOLIK DI SEKOLAH: SEBUAH PEMIKIRAN PIERRE BOURDIUE TENTANG HABITUS DALAM PENDIDIKAN.

Oleh: M. Chairul Basrun Umanailo. M.Si


Pierre  Felix  Bourdieu  lahir  di  Desa  Denguin  (Distrik  Pyrenees-Atlanticues),  di  selatan  Prancis  pada  1  Agustus  1930.  Ayahnya  adalah seorang  petugas  pos  desa.  Ia  mendapatkan  pendidikan Lycée(SMA)  di Pau, sebelum pindah ke Lycée Louis-le-Granddi Paris, dan akhirnya masuk keEcole   Normale   Supérieure.   Bourdieu   belajar   filsafat   bersama   Louis Althusser  di  Paris  di Ecole  Normale  Supérieurepada  tahun  1951.  Setelah lulus,  ia  bekerja  sebagai  guru Lycéedi  Moulins  dari  1955  sampai  1958, ketika  ia  bergabung  dengan  dunia  militer  dan  dikirim  ke  Aljazair.  Pada 1958 ia menjadi pengajar di Universitas Aljazair.Pada  1960,  ia  kembali  ke  Universitas  Paris  mengajar  sampai  1964. Bourdieu  memegang  jabatan  Direktur  Kajian  di École  Pratique  des  HautesÉtudes (yang kemudian  menjadiÉcole des Hautes Études en Science Sociales),di  seksi  Vie  sejak  1964  dan  seterusnya.  Sejak  1981,  ia  menjabat  ketua jurusan   Sosiologi   di   Collége   de   France,   di   seksi   Vie.   Di   Prancis,   ia mendirikan Centre  for  the  Sociology  of  Education  and  Culture.  Dia  sudah menulis   beberapa   buku,   antara   lain Sociologie  de  l’Algérie  (1958;  TheAlgerians,  1962),  La  Distinction  (1979;  Distinction,  1984),  Le  Sens  pratique (1980; The Logic of Practice, 1990), La Noblesse d’état (1989; The State Nobility, 1996), and Sur la télévision (1996; On Television, 1998).  

untuk mengikuti kajian lengkap saya, silahkan copy link tautan berikut ini: 
https://www.researchgate.net/publication/323943979_MENGURAI_KEKERASAN_SIMBOLIK_DI_SEKOLAH_SEBUAH_PEMIKIRAN_PIERRE_BOURDIUE_TENTANG_HABITUS_DALAM_PENDIDIKAN

Konsumerisme

Oleh: M. Chairul Basrun Umanailo. M.Si


Memahami sebuah teori merupakan sebuah gambaran umum yang harus kita telusuri hingga  ditemukan  titik  awal kelahirannya,  begitu  pula  ketika  memahami  teori  konsumsi sebagai awal wacana konsumerisme, haruslah kita pahami sebagai awal dari perkembangan manusia dalam mengembakan pola pemenuhan kebutuhannya.Sejak  Revolusi  Industri  dan  revolusi-revolusi  abad  ke  XIX,  kebahagiaan  memiliki arti  dan  fungsi  ideologis  maka  kebahagiaan  harus  terukur.  Kebahagiaan  bathiniah  yang terwujud  melalui  simbol  maupun  pemaknaan  ditolak  oleh  cita-cita  konsumsi.  Kebahagiaan didasarkan   pada   prinsip-prinsip   individualis   dan   diperkuat   oleh   Tables   de   Droits   de I’Homme et de Citoyen (Daftar Hak-hak Manusia dan Warga Negara) yang secara eksplisit mengenalkan  kembali  hak  kebahagiaan  pada  semua  orang.1”Revolusi Kemapanan” adalah pewaris  dan  pelaksana  pesan-pesan  Revolusi  Borjuis  yang  memiliki thesis  implisit;  semua orang  sama  di  depan  nilai  guna  suatu  objek  dan  barang  (padahal  objek  dan  barang  tidak sama  dan  terbagi  di  depan  nilai  tukar).2Tiap  orang  juga  diberikan  kebebasan  yang  sama untuk   memiliki   sumber-sumber   penghidupan   yang   pada   akhirnya akan   melahirkan liberalisasi sistem pencapaian pemenuhan kebutuhan. 


untuk mengikuti kajian lengkap saya, silahkan copy link tautan berikut ini: 
https://www.researchgate.net/publication/323943765_KONSUMERISME

DOMINASI MODAL EKONOMI ATAS RANAH POLITIK

Oleh: M. Chairul Basrun Umanailo. M.Si



Tak dapat dipungkiri modal ekonomi menjadi sangat begitu penting ketika ritual pemilihan umum berlangsung, membuka daftar sumbangan ke partai sampai melihat pesanan peraga kampanye kita akan berdecak kagum dengan jumlah angkanya dan berandai-andai semisalkan dana tersebut dibelanjakan untuk pembangunan MCK dan beasiswa anak-anak bangsa ini. Namun inilah realitas politik bahwa sementara waktu, kita lupakan dulu kenyataan yang ada.

untuk mengikuti kajian lengkap saya, silahkan copy link tautan berikut ini: 
https://www.researchgate.net/publication/323943739_DOMINASI_MODAL_EKONOMI_ATAS_RANAH_POLITIK

Agama Dalam Identitas

Oleh: M. Chairul Basrun Umanailo. M.Si


Bangsa Indonesia kembali dikejutkan dengan kolom, kolom dalam baris Kartu Tanda Penduduk yang mengisyaratkan agama bagi setiap pemiliknya. perdebatan terus berlanjut dan tidak bisa dihentikan atas nama perdamaian. Sebab musabab dari perdebatan yang panjang adalah ketika Menteri Dalam Negeri (Cahyo Kumolo) melemparkan wacana penghapusan kolom agama dalam KTP sebagai keberpihakan pada kaum minoritas di Indoensia. Dalam tulisan ini pun saya tidak membela pada siapa yang benar, semurni logika saya berpikir bahwa agama merupakan identitas kultural dan sangat sensitif ketika pemaknaan terhadap agama itu sendiri harus bertentangan.

untuk mengikuti kajian lengkap saya, silahkan copy link tautan berikut ini: 
https://www.researchgate.net/publication/323943107_AGAMA_DALAM_IDENTITAS

Agama Sebagai Komoditas Beragama

Oleh: M. Chairul Basrun Umanailo. M.Si



Abstrak Dalam modernitas, agama kembali dicari, seakan kita kembali candu terhadap agama dan realitasnya. Namun sayang ketika ditemukan kembali agama bukan lagi berada pada fungsi kohesi namun berubah menjadi fungsi pragmatis dari individu, atau mereka yang lagi berkuasa. Agama tidak lagi berada pada Profan atau sacral namun sebaliknya tergantung konteks. Agama bukan menjadi kewajiban umat manusia untuk menjalani atau mentaati tiap ajaran dan pedoman yang telah ditetapkan tapi kemudian agama ditarik pada masing-masing gaya berpikir dan gaya kepentingan. Hadirnya agama lebih merupakan celana yang menutupi arut vital bahkan berfungsi untuk menghangatkan namun bila terlepas untuk masing-masing kepentingan maka dominasi antara keduanya semakin membuat pemeluknya frustasi. Negara selalu menjadi pemenang, karena negara punya polisi, punya hukum, punya jaksa bahkan punya Presiden sementara agama ketika dilawan dan digembosi hanya akan keluar kata, "Ntar Kualat kamu".

untuk mengikuti kajian lengkap saya, silahkan copy link tautan berikut ini: 
https://www.researchgate.net/publication/323941870_AGAMA_SEBAGAI_KOMODITAS_BERNEGARA

Dinamika Peradaban Global

Oleh: M. Chairul Basrun Umanailo. M.Si


Peradaban memiliki kaitan yang erat dengan kebudayaan. Kebudayaan pada hakikatnya adalah hasil cipta, rasa, dan karsa manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Kemampuan cipta (akal) manusia menghasilkan ilmu pengetahuan. Kemampuan rasa manusia melalui alat-alat indranya menghasilkan beragam barang seni dan bentuk-bentuk kesenian. Sedangkan karsa manusia menghendaki kesempurnaan hidup, kemuliaan, dan kebahagiaan sehingga menghasilkan berbagai aktivitas hidup manusia untuk memenuhi kebutuhannya.

Pendapat tentang hakikat manusia sangat beragam, tergantung pada sudut pandang masing-masing. Ada beberapa konsep tentang makna manusia, antara lain homo sapiens yaitu makhluk yang memiliki akal budi, animal rational yaitu makhluk yang memiliki kemampuan berpikir, homo laquen yaitu makhluk yang mempunyai kemampuan berbahasa, homo faber atau homor toolmaking animal yaitu makhluk yang mampu membuat perangkat peralatan (Jalaluddin 2011:77). 

Pembahasan tentang manusia sangat beragam dan tidak henti-hentinya, hal ini disebabkan oleh perbedaan sudut pandang yang digunakan oleh masing-masing orang. Beberapa di antara telah memandang manusia sebagai makhluk yang mampu berpikir, makhluk yang memiliki akal budi, makhluk yang mampu berbahasa, dan makhluk yang mampu membuat perangkat peralatan untuk memenuhi kebutuhan dan mempertahankan kehidupannya.

untuk mengikuti kajian lengkap saya, silahkan copy link tautan berikut ini: 
https://www.academia.edu/19515068/Dinamika_Peradaban_Global

Artikel yang sering dibaca